Benteng Van Der Wijck
Jika
anda berkunjung ke Kebumen, tidak ada salahnya anda singgah sejenak ke
objek wisata sejarah yakni benteng Van der Wijck. Lokasinya yang cukup
dekat dari jalan utama/raya Kebumen -Yogya, yakni sekitar 300 meter,
amatlah sayang jika dilewatkan begitu saja. Benteng kuno dengan dominasi
warna merah ini cukup menyolok diantara bangunan lain, namun tersamar
dari jalan utama mengingat gerbang masuk lokasi wisata ini cukup jauh
dari pintu gerbang benteng. Disediakan kereta api mini yang siap
mengantarkan pengunjung dari gerbang utama mengelilingi objek wisata
bersejarah ini
Anda
tidak usah kuatir bahwa berada dilokasi objek wisata sejarah ini,
nantinya hanya akan disuguhi bangunan kuno yang cenderung membosankan
dan kurang diminati anak-anak. Beberapa sarana permainan anak-anak telah
dibangun disekitar benteng seperti perahu angsa, kincir putar dan
berbagai macam permainan anak lainnya. Tak ketinggalan juga sebuah
patung dinosaurus raksasa ikut dibangun untuk meramaikan suasana dan
lebih mengakrabkan dengan dunia anak-anak. Bahkan sebuah stasiun kereta
api mini dibangun dibagian atas benteng tepat diatas gerbang utama,
memungkinkan pengunjung untuk mengitari sisi atas benteng dengan
menggunakan kereta mini.
Didalam
benteng itu sendiri pengunjung bisa melihat beberapa foto dokumentasi
seputar bentuk asli bangunan benteng saat ditemukan dan tahap-tahap
pemugaran yang telah dilakukan terhadapnya. Ruangan-ruangan bekas barak
militer, asrama, pos jaga bisa dilihat didalam benteng dan semuanya
boleh dibilang dalam keadaan rapi dan bersih. Hanya saja sebuah papan
pengumuman yang ditempel dibagian luar benteng berisi "Sebelum masuk
benteng sebaiknya anda berdoa sejenak menurut kepercayaan
masing-masing", sempat menimbulkan kerutan didahi saat membacanya karena
berkesan seram. Mungkinkah pernah terjadi hal-hal diluar nalar yang
menimpa pengunjung saat berada didalam benteng, seperti kesurupan
Benteng
Van der Wijck sebenarnya dibangun pada awal abad 19 atau sekitar tahun
1820-an, bersamaan meluasnya pemberontakan Diponegoro. Pemberontakan ini
ternyata sangat merepotkan pemerintah kolonial Belanda karena
Diponegoro didukung beberapa tokoh elit di Jawa bagian Selatan. Maka
dari itu Belanda lalu menerapkan taktik benteng stelsel yaitu daerah
yang dikuasai segera dibangun benteng. Tokoh yang memprakarsai pendirian
benteng ini adalah gubernur jenderal Van den Bosch. Tujuannya jelas
sebagai tempat pertahanan (sekaligus penyerangan) di daerah karesidenan
Kedu Selatan. Pada masa itu, banyak benteng yang dibangun dengan sistem
kerja rodi (kerja paksa) karena ada aturan bahwa penduduk harus membayar
pajak dalam bentuk tenaga kerja. Tentu saja cara ini membuat penduduk
kita makin menderita apalagi sebelumnya gubernur jenderal Deandels punya
proyek serupa yaitu jalan raya pos (Anyer Penarukan, sepanjang l.k. 1.000 km), juga dengan kerja rodi.
Dilihat dari bentuk bangunan, pembangunannya sezaman dengan benteng Willem (Ambarawa) dan Prins Oranje (Semarang ini
sudah hancur). Pada awal didirikan, benteng dengan tinggi tembok 10 m
ini diberi nama Fort Cochius (Benteng Cochius). Namanya diambil dari
salah seorang perwira militer Belanda (Frans David Cochius) yang pernah
ditugaskan di daerah Bagelen (salah wilayah karesidenan Kedu). Nama Van
der Wijck, yang tercantum pada bagian depan pintu masuk, merupakan salah
seorang perwira militer Belanda yang pernah menjadi komandan di Benteng
tersebut. Reputasi van der Wijck ini cukup cemerlang karena salah satu
jasanya adalah membungkam para pejuang Aceh, tentunya dengan cara yang
kejam. Pada zaman Jepang, benteng ini dimanfaatkan sebagai barak dan tempat latihan para pejuang PETA.
Dilihat
dari fisiknya, bangunan yang luasnya 3.606,62 m2 ini sudah mengalami
renovasi yang cukup bagus. Sayangnya renovasi ini kurang memperhatikan
kaidah konservasi bangunan bersejarah mengingat bangunan ini potensial
sebagai salah satu warisan budaya (cultural heritage)
0 komentar: