CEPETAN / CEPETAN ALAS, Kesenian Tradisional Asli Karanggayam – Kebumen
Kebumen memiliki bermacam-macam kesenian tradisional asli. Selain Ebleg, Jemblung,
Jamjaneng, dan Menthiet, kesenian tradisional asli Kebumen lainnya
ialah Cepetan/Cepetan Alas. Kesenian Cepetan merupakan kesenian
tradisional bergenre Sendratari. Kesenian ini berasal dari kecamatan
Karanggayam, Kabupaten Kebumen. Cepetan Alas berasal dari dua kata :
Cepetan (bahasa Jawa; kata dasarnya adalah Cepet, nama salah satu jenis
mahluk halus di Jawa) dan Alas (bahasa Jawa yang berarti Hutan).
Kesenian tradisional Cepetan muncul di kecamatan Karanggayam pada
tahun 1943, ketika Jepang berkuasa di Indonesia. Kesenian ini
dipopulerkan oleh Lauhudan (?) seorang tokoh dari Karanggayam.
Sendratari ini menggambarkan sebuah peristiwa pembukaan lahan pemukiman
di daerah Karanggayam. Alkisah pada masa Jepang berkuasa di Indonesia,
rakyat mengalami penderitaan baik sandang, pangan, dan papan yang luar
biasa. Hal ini dialami juga oleh masyarakat Karanggayam. Selain itu,
bencana (pageblug/musibah) berupa penyakit yang merenggut nyawa pun tiap
hari melanda. Pertanian tidak bisa diandalkan. Akhirnya seorang sesepuh
(tokoh masyarakat) di daerah tersebut memerintahkan untuk bersama –
sama membuka hutan untuk lahan pemukiman dan pertanian baru. Hutan itu
bernama Curug Bandung, sebuah hutan yang dikenal sangat angker. Cobaan
pun datang ketika hutan Curug Bandung dibuka. Semua penghuni hutan, baik
binatang dan mahluk halus (cepet, brekasakan, banaspati, raksasa dan
lain – lain) harus mereka hadapi. Dengan perjuangan yang keras dan
pihatin yang tinggi dari warga, sesepuh dan pemimpin pada saat itu,
akhirnya cobaan, gangguan dan ketidaknyamanan yang disebabkan oleh
penghuni hutan Curug Bandung pun bisa diatasi. tempat baru tersebut
kemudian menjadi sebuah pemukiman yang makmur dan tentram. Pertanian
warga juga berkembang baik. Penghuni hutan yang berhasil diatasi dengan
daya prihatin (tirakat) akhirnya pindah ke tempat yang lain.
Kesenian tradisional Cepetan/Cepetan alas diperagakan oleh beberapa
orang menggunakan kostum tradisional sederhana dilengkapi dengan topeng.
Topeng – topeng yang dikenakan oleh masing-masing penari menggambarkan
karakter. Sebuah topeng berkarakter baik (menggambarkan manusia), topeng
lainnya menggambarkan simbol binatang (monyet, harimau, dan gajah) dan
mahluk halus (cepet, bekasakan, banaspati, raksasa/buta dan lain –
lain).
Kesenian tradisional Cepetan/Cepetan Alas diawali dengan musik
pengiring gamelan sederhana dan bedug. Disusul keluarnya penari – penari
bertopeng dan pengantar dalam sebuah cerita singkat menggunakan bahasa
Jawa tentang asal mula kesenian tradisional Cepetan. Setelah cerita
pengantar selesai, para penari melanjutkan tariannya dengan gerakan
penggambaran dibukanya hutan Curug Bandung dan perkelahian antara sosok
manusia dengan berbagai macam mahluk halus dan binatang penghuni hutan
yang diakhiri dengan kemenangan tokoh manusia dan menyingkirnya para
mahluk halus dan binatang hutan.
Tarian ini sepintas memiliki kemiripan alur cerita dengan sendratari
Bambangan Cakil, yang menggambarkan perkelahian Arjuna melawan Buta
Cakil yang menggodanya ketika ia bertapa, yang diakhiri dengan
kemenangan Arjuna.
Matap gan
ReplyDeleteshiip gan... lanjutkan !!
ReplyDelete