Goa Jatijajar Kebumen dan Legenda Lutung Kasarung
Goa Jatijajar
adalah Goa Alam yang terletak di desa Jatijajar, Kecamatan Ayah, Kabupaten
Kebumen. Goa ini terbentuk dari batu kapur dan telah diketemukan pada tahun
1802 oleh seorang petani yang memiliki tanah diatas Goa tersebut yang Bernama
"Jayamenawi". Pada suatu ketika Jayamenawi sedang mengambil rumput,
kemudian jatuh kesebuah lobang, ternyata lobang itu adalah sebuah lobang
ventilasi yang ada di langit-langit Goa tersebut. Lobang ini mempunyai garis
tengah 4 meter dan tinggi dari tanah yang berada dibawahnya 24 meter.
Soal
asal muasal Goa Jatijajar memang tidak banyak orang yang mengetahui secara
persis, ada dua versi mengenai asal usul Goa Jatijajar.
Pertama,
setelah Jayamenawi menemukan gua, tak lama kemudian Bupati Ambal, salah satu
penguasa Kebumen waktu itu, meninjau lokasi tersebut. Saat mendatangi goa, dia
menjumpai dua pohon jati tumbuh berdampingan dan sejajar pada tepi mulut gua.
Dari kisah itu lalu ditemukan istilah Jatijajar, dari kata jati yang sejajar.
Versi kedua, saat Kamandaka
dikejar-kejar, dari dalam gua ia menyebutkan jati dirinya. Ia mengaku sebagai
putra mahkota Pajajaran. Dari kisah itu muncul kata sejatine (sebenarnya) dan
Pejajaran. Nama Gua Jatijajar lalu terkenal hingga saat ini
.
Dari
sejumlah tempat wisata di Kabupaten Kebumen, Goa Jatijajar masih menjadi
primadona. Terletak 21 km sebelah barat daya Kecamatan Gombong setiap tahun
ramai dikunjungi pengunjung terutama saat liburan sekolah atau hari raya
Lebaran. Pengunjung yang datang tak selalu dari masyarakat di sekitar Kebumen.
Mereka ada pula yang datang dari kota-kota besar di Indonesia, yang tujuannya
ingin mengetahui pesona alam di dalam perut bumi.
Goa
Jatijajar berada di kaki pegunungan kapur yang memanjang dari utara dan
ujungnya di selatan menjorok ke laut berupa sebuah tanjung. Objek wisata ini
sungguh sangat menarik. Sebagaimana umumnya objek wisata lain di Indonesia,
yang hampir selalu menyimpan legenda, Goa Jatijajar pun tak terkecuali.
Menurut
cerita rakyat, Goa Jatijajar ini pada jaman dahulu merupakan tempat bersemedi
Raden Kamandaka, yang kemudian mendapat wangsit. Cerita Raden Kamandaka ini
kemudian dikenal dengan legenda Lutung Kasarung.
Visualisasi
dari legenda tersebut dapat kita lihat dalam diorama yang ada di dalam goa. Ketika
masuk ke dalam ada rasa degdegan. Betapa tidak! Karena merasa seperti masuk ke
dalam mulut binatang purba Dinosaurus yang gelap dan lembab. Namun rasa cemas
itu segera sirna, sebab ruangan diterangi oleh lampu listrik dari ujung ke
ujung. Meski mulut goa cukup lebar, namun ruang perut dinosaurus lebih lebar
lagi. Pada langit-langit terdapat sebuah lubang sebagai ventilasi. Di
tengah-tengah terdapat kursi melingkar tempat duduk pengunjung sambil menikmati
indahnya ornamen stalagtit dan stalagnit serta diorama legenda Lutung Kasarung.
Banyak keistimewaan yang ditawarkan dari obyek wisata Gua Jatijajar. Di dalam goa terdapat sungai bawah tanah yang masih aktif. Ada juga dua sendang, yakni Sendang Kantil dan Sendang Mawar. Di dua sendang yang bisa didekati pengunjung itu masih dipercayai, yang mau membasuh muka dengan air sendang bisa awet muda.
Aliran Sungai di Dalam Goa Jatijajar |
Melihat
potensi yang luar biasa maka pada tahun 1975 Gubernur Jawa Tengah waktu itu yaitu
Bapak. Suparjo Rustam, Goa Jatijajar mulai dibangun dan dikembangkan menjadi Objek Wisata Budaya, sebagai
pelaksananya ditunjuk langsung seorang seniman Deorama yang terkenal di Indonesia
pada masa itu yang bernama Bapak Saptoto.
Pemda Kebumen membebaskan lahan
penduduk setempat seluas 5,5 ha, dengan mengganti rugi tanah penduduk yang
terkena lokasi pembangunan Objek Wisata
Goa Jatijajar. Setelah selesai proses pembangunan Goa Jatijajar, pengelolaan Objek Wisata tersebut diserahkan
kepada Pemda Kebumen.
Objek
Wisata Goa Jatijajar
sangat identik dengan Objek Wisata
Budaya, karena Goa Jatijajar
ada hubungannya dengan sebuah cerita legenda Raden Kamandaka seorang putera makhkota Kerajaan Pajajaran yang
bernama asli Banyak Cokro atau Banyak Cakra, yang lebih terkenal
sebuah cerita legenda Lutung Kasarung.
Cerita “Lutung
Kasarung” Di balik Goa JatiJajar
.
Lutung Kasarung adalah sebuah legenda masyarakat Jawa Barat yang cukup terkenal.
Pada jaman dahulu kala di daerah Jawa Barat terdapat sebuah Kerajaan Hindu yang
besar dan cukup kuat, yang berpusat di Kota Bogor sekarang ini. Kerajaan Itu
adalah kerajaan Pajajaran, Tetapi cerita Lutung Kasarung sendiri
lebih banyak terjadi di daerah Banyumas. Jawa Tengah Pada saat itu Raja yang memerintah di
Kerajaan Pajajaran adalah Prabu Siliwangi. Prabu Siliwangi sudah lanjut usia saat
Itu dan bermaksud untuk mengangkat Putra Mahkotanya untuk menggantikannya sebagai
Prabu di Pajajaran.
Prabu
Siliwangi mempunyai tiga Orang Putra dan Satu Orang Putri, ke-3 Putera dan
Seorang Puteri ini dia peroleh dari dua Orang Permaisurinya. Dari permaisuri yang
pertama Ia mendapatkan dua Orang putra yaitu Banyak Cotro dan Banyak Ngampar. Namun
sewaktu Banyak Cotro dan Banyak Ngampar masih kecil Ibunya telah meninggal.
Diorama yang menceritakan Kisah Lutung Kasarung |
Sepeninggal
isteri pertamanya, maka Prabu Siliwangi akhirnya menikah lagi dengan permaisuri
yang kedua, yaitu Dewi Kumudaningsih. Pada waktu Dewi Kumudangingsih diambil menjadi
permaisuri
oleh Prabu Siliwangi, Ia mengadakan sebuah perjanjian, bahwa jika kelak Ia mempunyai
putra dari Dewi Kumudaningsih, maka putranyalah yang harus menggantikannya menjadi
raja di Pajajaran. Dari perkawinannya dengan Dewi Kumudaningsih, Prabu Siliwangi
mempunyai seorang putra dan seorang putri, yaitu Banyak Blabur dan Dewi
Pamungkas.
Suatu
hari Prabu Siliwangi memanggil putra mahkotanya Banyak Cotro dan Banyak Blabur untuk
menghadap, maksudnya ialah Prabu Siliwangi akan mengangkat putranya untuk menggantikan
menjadi Raja di Pajajaran karena beliau sudah lajut usia. Namun dari kedua putra
mahkotanya belum ada satupun yang mau diangkat menjadi Raja di Pajajaran.
Sebagai putra sulungnya Banyak Cotro mengajukan beberapa alasan, antara lain alasannya
adalah: untuk memerintah di Kerajaan Pajajaran Dia belum siap, karena belum cukup
ilmu. Untuk memerintah
di Kerajaan seorang Raja harus ada Permaisuri yang mendampinginya, sedangkan Banyak Cotro belum menikah. Banyak Cotro mengatakan bahwa Dia baru akan menikah kalau sudah bertemu dengan seorang Putri yang parasnya mirip dengan paras mendiang Ibunya. Oleh sebab itu Banyak Cotro meminta ijin pergi dari Kerajaan Pajajaran untuk mencari Putri yang menjadi idamannya.
Kepergian
Banyak Cotro dari Kerajaan Pajajaran melalui Gunung Tangkuban Perahu adalah untuk
menghadap seorang Pendeta yang menjadi pertapa yang berdiam di sana. Pendeta itu
tidak lain adalah Ki Ajar Winarong, seorang pendeta sakti yang tahu bagaimana agar
keinginan Banyak Cotro mempersunting putri yang di idam-idamkannya dapat tercapai.
Setelah
berhasil bertemu dengan Ki Ajar Winarong, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi
oleh Banyak Cotro. Yaitu dia harus rela melepas dan menanggalkan semua pakaian kebesaran
dari kerajaan dan hanya memakai pakaian rakyat biasa. Dan Ia juga harus menyamar
dengan nama samaran Arya Kamandaka.
Karena keinginannya yang sangat kuat agar mampu mempersunting seorang isteri yang
memiliki wajah semirip mendiang Ibunya, maka semua itu Ia jalani dengan senang hati.
Arya Kamandaka mulai berjalan selama berhari-hari dari Tangkuban Perahu menyusuri
ke arah timur hingga sampailah Arya
Kamandaka di wilayah Kadipaten Pasir Luhur. Secara kebetulan ketika Arya Kamandaka sampai di wilayah Kadipaten
Pasir Luhur, Arya Kamandaka betemu
dengan Patih di Kadipaten Pasir Luhur itu yang bernama Patih Reksonoto. Karena
Patih Reksonoto sudah tua ditambah lagi dia tidak mempunyai anak, maka Arya Kamandaka akhirnya dijadikan anak
angkat oleh Patih Reksonoto. Patih Reksonoto sangat mencintainya merasa sangat bangga
dan senang hatinya mempunyai putra angkat Arya Kamandaka yang gagah dan tampan.
Adapun
waktu itu yang memerintah di Kadipaten Pasir Luhur adalah Adipati Kanandoho.
Adipati Kanandoho mempunyai beberapa orang putri yang kesemuanya sudah bersuami
terkecuali puterinya yang bungsu yaitu Dewi Ciptoroso. Ketika Arya Kamandaka melihat Dewi Ciptoroso,
putri Adipati Kanandoho yang mempunyai wajah sangat mirip dengan mendiang Ibu dari
Arya Kamandaka. Segeralah Arya Kamandaka tersadar bahwa dia telah
menemukan apa yang dicarinya selama Ini.
Adalah
suatu kebiasaan tahunan dari Kadipaten Pasir Luhur, bahwa setiap tahun di
Kadipaten Pasir Luhur selalu diadakan upacara menangkap ikan di Sungai Logawa.
Dalam upacara ini, semua anggota keluarga Kadipaten Pasir Luhur beserta seluruh
pembesar dan pejabat pemerintah di Kadipaten Pasir Luhur turut menangkap ikan di
Kali Logawa.
Pada
waktu Patih Reksonoto pergi mengikuti upacara menangkap ikan di Kali Logawa, tanpa
diketahui oleh sang patih, Arya
Kamandaka secara diam-diam mengikutinya dari belakang. pada kesempatan inilah
Arya Kamandaka dapat bertemu langsung
dengan Dewi Ciptoroso dan bak gayung bersambut mereka berdua saling jatuh cinta.
Dewi Ciptoroso meminta agar Arya
Kamandaka pada malam harinya datang untuk menjumpai Dewi Ciptoroso di taman
kaputren kadipaten Pasir Luhur tempat Dewi Ciptoroso berada. Pada malam harinya
Arya Kamandaka dengan diam-diam tanpa
seijin dan sepengetahuan Patih Reksonoto pergi menjumpai Dewi Ciptoroso yang sudah
menanti kedatangan Arya Kamandaka.
Keberadaan
Arya Kamandaka di taman kaputren
Kadipaten Pasir Luhur bersama Dewi Ciptoroso, ternyata diketahui oleh para prajurit
kadipaten, hal ini kemudian dilaporkan oleh kepala pasukan kepada Adipatih
Kandandoho. Adipatih sangat marah dan memerintahkan prajuritnya untuk menangkap
penyusup tersebut. Namun karena kesaktian yang dimiliki oleh Arya Kamandaka, maka Arya Kamandaka dapat meloloskan diri dari
kepungan prajurit Kadipaten Pasir Luhur. Sebelum Arya Kamandaka meloloskan diri dari taman kaputren, Ia masih sempat
mengatakan identitasnya. Bahwa Ia adalah anak angkat Patih Reksonoto yang bernama
Arya Kamandaka.
Berita
tentang pengakuan ini dilaporkan kepada Adipatih Kandandoho, maka kemudian
Patih Reksonoto pun dipanggil dan diminta harus menyerahkan putranya Arya Kamandaka. Perintah ini walaupan dengan
hati yang sangat berat akhirnya dilaksanakan juga oleh Patih Reksonoto. namun dengan
siasat dari Patih Reksonoto, maka Arya
Kamandaka berhasil lari dan selamat dari pengejaran para prajurit Kadipaten
Pasir Luhur.
Arya Kamandaka terjun kedalam sungai dan terus menyelam mengikuti arus air
sungai. Oleh Patih Reksonoto dan para prajurit kadipaten yang mengejar, dilaporkan
kepada Adipati Kanandoho bahwa Arya
Kamandaka sudah mati didalam sungai. Mendengar berita ini Adipatih
Kanandoho merasa lega dan puas. Dewi Ciptoroso ketika mendengar berita ini sangatlah
sedih mengetahui pria yang dicintainya telah tiada.
Sepanjang
malam pengejaran itu Arya Kamandaka
terus menyelam mengikuti arus sungai hingga bertemu dengan seorang yang bernama
rekajaya yang sedang memancing di Sungai. Arya Kamandaka dan Rekajaya kemudian menjadi teman baik dan menetap
di Desa Panagih. selama di Desa ini Arya
Kamandaka kembali diangkat anak oleh Mbok Kertosuro, seorang janda miskin
yang hidup di Desa tersebut.
Arya Kamandaka menjadi seorang penggemar Adu Ayam. Mbok Kertosuro mempunyai
seekor Ayam Jago yang dia beri nama mercu. Dalam setiap penyabungan Ayam yang diikuti
oleh Arya Kamandaka, Ia selalu menang.
Nama Arya Kamandaka menjadi sangat
terkenal dikalangan pebotoh Ayam. Hal ini akhirnya sampai juga ke telinga
Adipatih Kanandoho, mengetahui kalau Arya
Kamandaka belum mati membuatnya sangat marah dan murka. Adipatih
Kanandoho kemudian memerintahkan prajuritnya untuk menangkap Arya Kamandaka baik hidup atau mati.
Pada
saat itu datanglah seorang pemuda tampan yang mengaku dirinya bernama
Silihwarni, Silihwarni berkeinginan mengabdikan diri kepada Adipati Pasir
Luhur. Permohonannya di terima oleh sang sdipati dengan syarat Ia hanya akan diterima
apabila berhasil membunuh Arya
Kamandaka. Untuk membuktikan kalau Arya Kamandaka telah berhasil dibunuh maka Ia harus membawa darah dan
hati Arya Kamandaka.
Silihwarni
ternyata hanyalah sebuah nama samaran, Silihwarni bukan lain adalah Banyak Ngampar
putra Prabu Siliwangi yang adalah adik kandung dari Banyak Cotro atau Arya Kamandaka. Silihwarni oleh
Ayahnya ditugaskan untuk mencari Banyak Cotro saudara kandungnya sudah lama pergi
dan belum kembali, Ia dibekali oleh ayahnya dengan pusaka keris Kujang
Pamungkas sebagai senjatanya dan dalam menyamar Ia memakai nama Silihwarni dan berpakaian
seperti rakyat biasa. Karena Silihwarni mendengar kabar bahwa kakaknya berada di
wilayah Kadipaten Pasir Luhur, maka Ia pun pergi kesana. Setelah Silihwarni menerima
perintah dari adipatih, pergilah Ia dengan diikuti beberapa orang prajurit Kadipaten
dan Anjing pelacak menuju ke Desa Karang Luas, tempat arena penyabungan Ayam.
Ditempat
inilah kedua kakak beradik ini bertemu, namun keduanya sama - sama sudah tidak saling
mengenal lagi, karena Silihwarni yang menyamar menggunakan pakaian rakyat biasa
sedangkan Arya Kamandaka memakai
pakaian sebagai pebotoh Ayam. Terjadilah pertarungan sengit antara Arya Kamandaka dan Silihwarni, tanpa disadari
oleh Raden Kamandaka tiba-tiba Silihwarni menikam pinggang Raden Kamandaka dengan
Keris Kujang Pamungkasnya. Luka goresan keris itu menyebabkan darah mengalir dengan
derasnya. Namun lagi - lagi Arya
Kamandaka dapat meloloskan diri dari bahaya, tempat itu pun kemudian diberi
nama Desa Brobosan, yang berarti ia dapat lolos dari bahaya.
Ketika
luka Arya Kamandaka semakin mengeluarkan
darah, Iapun memutuskan untuk beristirahat sebentar disuatu tempat, maka tempat
itu dinamakan bancaran. Larinya Arya
Kamandaka terus dikejar oleh Silihwarni dan prajurit kadipaten. Sampai suatu
tempat Arya Kamandaka berhasil menangkap
Anjing pelacaknya dan kemudian tempat itu di beri nama Desa Karang Anjing. Arya Kamandaka terus berlari kearah timur
dan sampailah Arya Kamandaka pada
sebuah jalan buntu dan tempat ini Ia beri nama Desa Buntu. Akhirnya Arya Kamandaka sampai disebuah goa.
Didalam goa Ini Arya Kamandaka beristirahat
dan bersembunyi dari Kejaran Silihwarni. Silihwarni yang terus mengejar akhirnya
kehilangan jejak sampai di goa tempat Arya Kamandaka beristirahat, kemudian
Silihwarni berseru menantang Arya
Kamandaka. Mendengar tantangan Silihwarni, Arya Kamandaka pun menjawab dan Ia mengatakan identitasnya yang sebenarnya,
bahwa Ia adalah putra dari Kerajaan Pajajaran namanya Banyak Cotro. Silihwarnipun
mengatakan identitasnya bahwa Ia juga adalah putra dari Kerajaan Pajajaran, bernama
banyak ngampar. demikian kata-kata Ayang pengakuan antara Raden Kamandaka dan
Silihwarni bahwa mereka adalah putra Pajajaran. Kemudian mereka berdua berpelukan
dan saling memaafkan, goa itu akhirnya diberi nama GOA JATIJAJAR.
Namun
karena
Silihwarni harus pulang dan membawa bukti hati dan darah Arya
Kamandaka, maka dibunuhnyalah
Anjing pelacak kemudian dipotong diambil darah dan hatinya, sebagai
bukti bagi
Adipati Kanandoho kalau itu adalah hati dan darah Arya Kamandaka yang
berhasil dibunuhnya. Arya Kamandaka kemudian bertapa di dalam Goa
Jatijajar dan mendapat
petunjuk bahwa niatnya untuk mempersunting Dewi Ciptoroso akan tercapai
kalau
Ia sudah mendapat pakaian lutung dan Arya
Kamandaka disuruh supaya mendekat ke Kadipaten Pasir Luhur dan menetap
di
hutan Batur Agung, sebuah hutan sebelah barat daya dari Batu Raden.
Kegemaran
dari adipatih Kadipaten Pasir Luhur adalah berburu. Pada suatu hari adipatih dan
semua keluarganya pergi berburu, tiba-tiba bertemulah rombongan pemburu itu dengan
seekor Lutung yang sangat besar dan jinak. Akhirnya di tangkaplah Lutung tersebut
hidup-hidup. Sewaktu Lutung itu akan dibawa pulang, tiba-tiba datanglah
Rekajaya dan mengaku bahwa Lutung itu adalah Lutung peliharaannya, dan mengatakan
bersedia membantu merawatnya jika Lutung itu akan dipelihara di Kadipaten Pasir
Luhur. Dan permohonan Rekajaya itu pun dikabulkan oleh sang adipati.
Setelah
sampai
di Kadipaten Pasir Luhur, para putri saling berebut ingin memelihara
Lutung tersebut. Selama itupula Lutung tersebut tidak mau dikasih makan
oleh siapapun
juga. Akhirnya oleh Adipati Pasir Luhur, Lutung tersebut disayembarakan.
Isi sayembara
itu adalah barangsiapa dari para puterinya yang dapat memberi makan sang
Lutung, maka dialah yang berhak memelihara Lutung tersebut. Dalam
sayembara itu
ternyata makanan yang diterima oleh Lutung tersebut hanyalah makanan
yang diberikan
oleh Dewi Ciptoroso. Maka Lutung
Kasarung itupun menjadi peliharaan Dewi Ciptoroso. Pada malam hari
Lutung Kasarung alias Arya Kamandaka tersebut berubah wujud aslinya
menjadi Arya Kamandaka. Sehingga
hanya Dewi Ciptoroso yang tahu tentang hal tersebut. Pada siang hari Ia
berubah
lagi kembali menjadi Lutung Kasarung.
Maka keadaan Dewi Ciptoroso kini menjadi sangat gembira dan bahagia,
yang selalu
ditemani Lutung Kasarung alias Arya Kamandaka yang dicintainya.
Pada
suatu hari ada seorang penguasa dari Nusa Kambangan bernama Prabu Pule Bahas menyuruh
patihnya untuk meminang Dewi Ciptoroso dan mengancam apabila pinangannya pada
Dewi Ciptoroso ditolak, maka Ia akan menghancurkan Kadipaten Pasir Luhur. Atas permintaan
dari Lutung Kasarung, maka pinangan
Raja Pule Bahas agar supaya diterima saja. Namun ada beberapa syarat yang harus
dipenuhi oleh Raja Pule Bahas agar pinangannya itu diterima oleh Dewi
Ciptoroso. Salah satunya ialah dalam pertemuan para calon pengantin nanti, maka
Lutung Kasarung harus turut mendampingi
Dewi Ciporoso. Pada waktu pertemuan para calon pengantin berlangsung, Raja Pule
Bahas selalu diganggu oleh Lutung
Kasarung yang mendampingi Dewi Ciptoroso. Hal ini menyebabkan Raja Pule
Bahas marah dan memukul Lutung Kasarung
yang memang telah siap bertarung melawan Raja Pule Bahas.
Pertarungan
yang
terjadi antara Raja Pule Bahas melawan Lutung Kasarung terjadi sangat
seru. Namun karena kesaktian Lutung Kasarung, akhirnya Raja Pule
Bahas gugur setelah dicekik dan digigit oleh Lutung Kasarung. Ketika
Raja Pule Bahas telah gugur, Lutung Kasarung pun kemudian menjelma
menjadi
Arya Kamandaka dan langsung mengenakan
pakaian kebesaran kerajaan pajajaran dan mengatakan bahwa namanya yang
sebenarnya
adalah Raden Banyak Cotro. Kini Adipatih Pasir Luhur pun mengetahui
kalau Arya Kamandaka adalah Raden Banyak
Cotro dan adalah Lutung Kasarung
putra mahkota dari Kerajaan Pajajaran, akhirnya Ia dikawinkan dengan
Dewi
Ciptoroso.
Karena
Raden Kamandaka sudah cacat terkena Keris Kujang Pamungkas sewaktu bertarung melawan
adiknya yang menyamar sebagai Silihwarni, maka dia tidak dapat lagi menggantikan
ayahandanya menjadi Raja di Pajajaran. Karena tradisi Kerajaan Pajajaran, bahwa
setiap putra mahkota yang akan menggantikan posisi raja tidak boleh cacat terkena
pusaka Kujang Pamungkas. Sehingga setelah Ia dinikahkan dengan Dewi Ciptoroso, Arya Kamandaka menjadi Adipatih di
Pasir Luhur menggantikan mertuanya. Sedangkan yang menjadi Raja di Pajajaran adalah
Banyak Blabur adiknya.
Itulah
kisah Lutung Kasarung, yang sebenarnya cerita tersebut terjadi di wilayah Jawa
Tengah tepatnya di Banyumas, karena Kerajaan Pasir Luhur berada di sekitar
wilayah Purwokerto. Kebetulan Goa Jatijajar ada dalam cerita tersebut. Pada
waktu itu Wilayah Gombong sampai dengan Sungai LukUlo menjadi kekuasaan
Kerajaan Pajajaran, sedang sebelah timur Sungai LukUlo termasuk kota Kebumen menjadi
daerah kekuasaan Kerajaan Majapahit.
Asal
crita Lutung Kasarung tidak jadi soal, yang penting sudahkah Anda singgah di
Goa Jaijajar. Anda akan di suguhi panorama alam yang luar biasa dengan di
bumbuhi Biorama cerita Arya Kamandoko. Untuk fasilitas tempat jangan kuatir
Pemda Kebumen sudah menatanya dengan rapi demi kenyamanan kedatangan Anda
semua.
0 komentar: